Kesultanan Siak Sri Indrapura (3)
Ekspansi kolonialisasi Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatra tidak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya Kesultanan Deli, Kesultanan Asahan, Kesultanan Langkat, dan kemudian muncul Indragiri sebagai kawasan mandiri.Begitu juga di Johor, di mana seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor kembali didudukkan, dan berada dalam perlindungan Inggris di Singapura.Sementara Belanda memulihkan kedudukan Yang Dipertuan Muda di Pulau Penyengat, dan kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu, Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Residentie Riouw yang merupakan bagian dari pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang.
Penguasaan Inggris atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari Inggris.Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia Belanda, setelah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858. Dari perjanjian tersebut Siak Sri Indrapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dalam setiap pengangkatan raja, Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan pemerintahan Hindia Belanda.
Perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, kemudian adanya pertikaian internal Siak dan persaingan dengan Inggris dan Belanda, melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya.Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatra antara pihak Inggris dan Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yang lemah.Kemudian berdasarkan perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau.Namun, di tengah tekanan tersebut, Kesultanan Siak masih tetap bertahan sampai kemerdekaan Indonesia,walau pada masa pendudukan tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tidak berarti lagi.
Bergabung dengan Indonesia
Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir yang tidak memiliki putra. Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia.
Struktur pemerintahan
Sebagai bagian dari rantau Minangkabau, sistem pemerintahan Kesultanan Siak mengikuti model Kerajaan Pagaruyung. Setelah posisi Sultan, terdapat Dewan Menteri yang mirip dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Pagaruyung. Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat Sultan Siak, sama dengan Undang Yang Ampat di Negeri Sembilan. Dewan Menteri bersama dengan Sultan, menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya. Dewan menteri ini terdiri dari:
- Datuk Bengkalis
- Datuk Pelelawan
- Datuk Meranti
- Datuk Indragiri
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Indrapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di Eropa maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah Ingat Jabatan yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan Abjad Jawi atau tulisan Arab-Melayu. Ingat Jabatan merupakan dokumen resmi Siak Sri Indrapura yang dicetak di Singapura, berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, pengadilan maupun polisi. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak berkhianat kepada sultan dan nagari.
Pada perkembangan selanjutnya, Siak Sri Indrapura juga menerbitkan salah satu kitab hukum atau undang-undang, dikenal dengan nama Bab al-Qawa'id. Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat Melayu dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan suku Melayu. Namun, tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah Hindia Belanda.
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui Balai Kerapatan Tinggi yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh Kadi Siak serta Controleur Siak sebagai anggota. Selanjutnya, beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain Pangiran Wira Negara, Biduanda Pahlawan, Biduanda Perkasa, Opas Polisi. Kemudian terdapat juga warga dalam yang bertanggung jawab terhadap harta-harta disebut dengan Kerukuan Setia Raja, serta Bendahari Sriwa Raja yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya atas hulu dan hilir, masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dalam bentuk distrik yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Datuk atau Tuanku atau Yang Dipertuan dan bertanggungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar Yang Dipertuan Besar. Pengaruh Islam dan keturunan Bugis dan Arab mewarnai Kesultanan Siak, salah satunya keturunan Al-Jufri yang bergelar Bendahara Patapahan.
Pada kawasan tertentu, ditunjuk Kepala Puak yang bergelar Penghulu, dibantu oleh Sangko Penghulu, Malim Penghulu serta Lelo Penghulu. Sementara terdapat juga istilah Batin, dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, tetapi memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. Batin ini juga dibantu oleh Tongkat, Monti dan Antan-antan. Istilah Orang Kaya juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, sama halnya dengan pengertian Rangkayo atau Urang Kayo di Minangkabau terutama pada kawasan Pesisir. bersambung (donred)
Source (Wikipedia)
Posting Komentar