Festival Pacu Jalur adalah Sebuah Mahakarya Seni, Sejarah, dan Keberanian yang Berdenyut di Jantung Budaya Masyarakat Kuansing.
Festival Pacu Jalur adalah Sebuah Mahakarya Seni, Sejarah, dan Keberanian yang Berdenyut di Jantung Budaya Masyarakat Kuansing.
Kuansing – Nuansamedianews.com - Di balik setiap lajunya jalur yang membelah air Tepian Narosa, Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, bukan sekadar ajang perlombaan perahu. Festival Pacu Jalur adalah sebuah mahakarya seni, sejarah, dan keberanian yang berdenyut di jantung budaya masyarakat Kuansing khususnya dan Riau pada umumnya.
Perhelatan akbar yang berlangsung dari 20 hingga 24 Agustus 2025 ini tak hanya menampilkan persaingan ketat, tetapi juga keindahan yang terukir pada setiap bagian jalur.
Dikutip dari laman media center Riau, Sejarawan Profesor Suwardi MS menjelaskan,bahwa setiap bagian jalur memiliki nama dan fungsi filosofisnya masing-masing. "Ada luan (haluan), poruik jalur (perut jalur), ruang timbo, dan kemudi. Semua bagian ini memiliki makna dan perannya sendiri dalam menentukan laju jalur," ujar Profesor Suwardi
Namun, kata dia, dari semua bagian ada satu elemen yang paling menonjol dan menjadi identitas jalur, yaitu Selembayung. Dijelaskan dia, Selembayung adalah mahkota dari sebuah jalur, letaknya di bagian haluan dan kemudi, dengan ukiran yang memesona.
"Selembayung itu ibarat mahkota Jalur. Di sinilah nilai seni Jalur paling ditonjolkan. Ia membuktikan bahwa jalur bukan hanya perahu, tapi juga karya seni ukir yang luar biasa," jelasnya.
Fungsi Selembayung sangat vital. Secara fisik, ia menjadi tempat berpegang bagi tukang onjoi, kru yang bertugas membuat irama dan gerakan untuk menggerakkan jalur. Tanpa Selembayung, tukang onjoi bisa jatuh saat pacu berlangsung. "Fungsinya ganda, sebagai penopang sekaligus hiasan," imbuh Prof. Suwardi.
Motif ukiran pada Selembayung pun tidak dibuat sembarangan. Motif-motif ini sering kali berkaitan erat dengan nama jalur itu sendiri. Sebagai contoh, jika sebuah jalur dinamai Naga Sakti, maka ukirannya akan menampilkan motif seekor naga. Jika namanya berhubungan dengan Kalajengking, motifnya pun akan mengikuti.
Selain Selembayung, keindahan Pacu Jalur juga hadir dari berbagai motif lain yang menghiasi badan perahu. Motif-motif ini mencerminkan kearifan lokal dan lingkungan sekitar.
Beberapa motif lukisan yang sering ditemukan antara lain keluak paku (pakis), daun keladi, akar kacang, dan anyaman bambu. Bahkan, ada motif unik seperti ombak, urung layang, hingga pesawat terbang.
Lebih dari sekadar identitas, nama sebuah jalur membawa kebanggaan bagi desa yang memilikinya. Nama-nama ini sering kali diambil dari peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu.
"Misalnya, Jalur Bomber milik Desa Siberakum. Jalur itu dibuat saat Perang PRRI dan bertepatan dengan penyerangan pesawat Bomber di Kuantan Singingi," ungkap Prof. Suwardi.
Selain sejarah, nama jalur juga terinspirasi dari nama binatang yang melambangkan kekuatan dan dominasi. Ada yang pakai nama Naga Sakti, Gajah Tunggal, dan lainnya.
"Nama binatang-binatang yang dipilih adalah yang memiliki keunggulan dan dapat menguasai binatang lain," tambahnya.
Perlengkapan dan Alat-alat
Untuk bisa melaju, jalur dilengkapi dengan berbagai perlengkapan. Yang paling utama adalah pengayuh, yang terdiri dari empat jenis sesuai peran kru, yaitu pengayuh anak tari, tukang concang, tukang kayuh, dan tukang kemudi. Ada juga penimbo, alat tradisional dari pelepah pinang untuk membuang air yang masuk ke dalam jalur.
Pakaian kru jalur juga menjadi bagian tak terpisahkan dari festival ini. Busana atau baju pacu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu baju tukang tari, baju tukang onjai, dan pakaian anak pacu. Penampilan mereka yang seragam menambah semarak dan kekompakan tim di atas jalur.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat, turut menyampaikan dukungannya terhadap festival kebanggaan masyarakat Kuansing ini. Pacu Jalur bukan hanya sekadar perlombaan tradisional, tetapi juga aset budaya dan pariwisata Riau yang sangat berharga.
Dilansir dari media center Riau "Festival ini bukan hanya ajang adu cepat, tetapi juga wadah untuk melestarikan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Keunikan seni ukir, nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, serta semangat kompetisi yang membara, semuanya menjadi daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara," ujar Roni Rakhmat, Selasa (19/8/2025).
Diungkapkan, melalui festival ini Kuansing tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga memperkenalkan kekayaan budayanya dan pariwisata kepada dunia. Pemerintah Provinsi Riau selalu siap mendukung untuk memajukan pariwisata budaya.
"Pemerintah Provinsi Riau akan terus mendukung pelestarian dan pengembangan Pacu Jalur agar semakin dikenal luas dan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah," tambahnya.
Popularitas Pacu Jalur semakin meroket setelah video 'aura farming' yang menampilkan aksi seorang anak bernama Dika menari di atas jalur menjadi viral di media sosial. Fenomena ini menarik perhatian publik secara luas, menjadikan Pacu Jalur tidak hanya dikenal di Indonesia tetapi juga mendunia.
Kehadiran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk membuka acara pada 20 Agustus 2025 menjadi bukti bahwa Pacu Jalur telah naik ke panggung nasional. Melalui festival ini, Kuansing tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga memperkenalkan kekayaan budayanya kepada dunia.(***)
Posting Komentar