Penyakit Hati atau (psychoses) adalah Kelainan Kepribadian yang Ditandai oleh Mental
Penyakit Hati atau (psychoses) adalah Kelainan Kepribadian yang Ditandai oleh Mental
IlustrasiNuansamedianews.com - Seseorang yang diserang Penyakit hati atau (psychoses) adalah kelainan kepribadian yang ditandai oleh mental dalam (profound-mental), dan selanjutnya sering melakukan tingkah laku yang semaunya sendiri. menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemanya.
Seringkali orang yang sakit jiwa tidak merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya ia menganggap dirinya normal, bahkan lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari yang lain.
Pandangan Islam tentang Penyakit Hati
Dalam perspektif Islam, penyakit hati sering diidentikkan dengan beberapa sifat buruk atau tingkah laku tercela (al-akhlaq al-mazmumah), seperti dengki, iri hati, arogan, emosional dan seterusnya.
Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw ‘Ilmiah Nafsi, membagi penyakit hati dalam sembilan bagian, yaitu: pamer (riya’), marah (al-ghadhab), lalai dan lupa (al-ghaflah wan nisyah), was-was (al-was-wasah), frustrasi (al-ya’s), rakus (tama’), terperdaya (al-ghurur), sombong (al-ujub), dengki dan iri hati (al-hasd wal hiqd).
Penyakit hati yang paling menonjol ada empat jenis, yaitu : riya’, marah, membanggakan diri, iri hati dan dengki. Beberapa sifat tercela di atas ada relevansinya jika dianggap sebagai penyakit jiwa, sebab dalam kesehatan mental (mental hygiene) sifat-sifat tersebut merupakan indikasi dari penyakit kejiwaan manusia (psychoses). Jadi pada penderitanya sakit jiwa salah satunya ditandai oleh sifat-sifat buruk tersebut.
1. Riya’ (pamer)
Seperti yang dijelaskan oleh As-Syarqawi, bahwa dalam penyakit riya’ terdapat unsur penipuan terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain, karena hakikatnya ia mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Penyakit riya’ merasuk dalam jiwa seseorang dengan halus dan tidak terasa sehingga hampir tidak ada orang yang selamat dari serangan penyakit ini kecuali orang arif yang ikhlas dan taat.
Dalam riya’ terdapat unsur kepura-puraan, munafik, seluruh tingkah-lakunya cenderung mengharap pujian orang lain, senang kepada kebesaran dan kekuasaan. Over acting, menutup-nutupi kejelekannya dan seterusnya. Sifat yang demikian ini digambarkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’: 142 dan at-Taubah:67 dan juga hadits Nabi: “Yang paling aku kuatirkan terhadap umatku adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi’.
Islam memberikan terapi riya’ ini dengan cara mengikis nafsu syahwat sedikit demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri (tawadhu’) dengan melihat kebesaran Allah SWT.
2. Marah.
Marah pada hakikatnya adalah memuncaknya kepanikan di kepala, lalu menguasai otak atau pikiran dan akhirnya kepada perasaan. Kondisi semacam ini seringkali sulit untuk dikendalikan.
Lebih lanjut As-Syarqawi mengungkapkan, bahwa marah akan menimbulkan beberapa pelampiasan, misalnya secara lisan akan memunculkan caci-makian, kata-kata kotor/keji dan secara fisik akan menimbulkan tindakan-tindakan destruktif. Dan jika orang marah tidak mampu melampiaskan tindakan-tindakannya di atas, maka dia akan berkompensasi pada dirinya sendiri dengan cara misalnya: merobek-robek pakaian, menampar mukanya sendiri, membanting perabot rumah tangga dan seterusnya. Marah juga dapat berpengaruh pada hati seseorang, yaitu sifat dengki dan iri hati, rela melihat orang lain menderita, cemburu, suka membuka aib orang lain dan seterusnya.
Atas dasar inilah maka Nabi melarang orang yang sedang marah untuk melakukan putusan atau memutuskan sesuatu perkara sebagaimana sabdanya: “Seseorang tidak boleh membuat keputusan diantara dua orang (yang berselisih) sementara ia dalam keadaan marah”.
Al-Ghazali berpendapat, bahwa cara untuk menanggulangi kemarahan sampai batas yang seimbang dengan jalan mujahadah untuk kemudian menanamkan jiwa sabar dan kasih sayang.
Berkaitan dengan hal di atas, Usman Najati berpendapat bahwa emosi marah yang menguasai seseorang dapat membuat kemandekan berpikir. Di samping itu energi tubuh selama marah berlangsung akan membuat orang siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang akan disesali di kemudian hari. Untuk mengatasi marah ini adalah dengan jalan mengendalikan diri, sebab mengendalikan diri dari marah itu mempunyai beberapa manfaat:
- Dapat memelihara kemampuan berpikir dan pengambilan keputusan yang benar.
- Dapat memelihara keseimbangan fisik, karena mampu melindungi dari ketegangan fisik yang timbul akibat meningkatnya energi.
- Dapat menghindarkan seseorang dari sikap memusuhi orang lain, baik fisik maupun umpatan, sikap tersebut juga dapat menyadarkan diri untuk selalu berintrospeksi.
- Dari segi kesehatan, pengendalian marah dapat menghindarkan seseorang dari berbagai penyakit fisik pada umumnya.
- Iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-munafasah);
- Iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hiqd wal hasad).
Posting Komentar