Musibah dan Ujian dari Allah SWT adalah Cara-Nya Mendidik, Menguji Keimanan Hambanya

Musibah dan Ujian dari Allah SWT adalah Cara-Nya Mendidik, Menguji Keimanan Hambanya 

Nuansamedianews.com - Musibah dan ujian dari Allah SWT adalah cara-Nya mendidik, menguji keimanan, dan meningkatkan derajat hamba-Nya, bisa berupa kesenangan atau kesulitan, sebagai peringatan agar kembali ke jalan benar atau penghapus dosa, dengan hikmah di baliknya untuk melatih kesabaran. 

Inilah yang patut dipahami setiap insan beriman. Bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang muslim di sisi Allah dan tanda bahwa Allah semakin cinta kepada hamba-Nya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Namun ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita adalah bersabar. Sabar itu merupakan tanda keimanan dan kesempurnaan tauhidnya.

  • Pada hakikatnya dalam Islam cobaan yang di berikan Allah kepada hambanya ada 3: 
  • Ujian (Ibtila'): Cobaan yang menimpa orang mukmin untuk menguji kadar imannya dan meninggikan derajatnya, bisa berupa kesenangan atau kesusahan.
  • Musibah: Seringkali identik dengan hal yang tidak disukai, bisa jadi teguran atau peringatan dari Allah akibat kesalahan manusia (QS. Asy-Syura: 30).
  • Azab: Musibah yang menimpa orang kafir atau sebagai hukuman akhir atas dosa-dosa yang tidak terampuni di dunia. 

Dilansir dari rumaysha.com, Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).

Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani).

Faedah dari dua hadits di atas:

1- Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan pahala yang besar.

2- Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya,

يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء

“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”

3- Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat pahala yang besar.

4- Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih.

5- Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.

6- Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa.

7- Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.”  (Lihat Faidhul Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65)

8- Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.”

“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu kesedihan, kelelahan, bahkan sekecil duri yang menusuknya, melainkan Allah menghapus dosa-dosanya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan penuh keikhlasan dan keteguhan, umat Islam diharapkan mampu meraih pahala besar di balik setiap cobaan, sehingga hidup di dunia ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk meraih ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat.

Jika telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya.

Semoga Allah memberi kita taufik dalam bersabar ketika menghadapi musibah. Wallahul muwaffiq.

Editor - (Marthagon)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keutamaan Bersyukur di Saat Senang dan Bersabar di Saat Susah

Tiga Hal Kematian Rahasia Allah Ta’ala

Dampak Nikah Bawah Tangan Menurut Undang-undang Perkawinan.